Breaking News

Jumat, 22 Oktober 2010

"ANTARA SYUKUR DAN BENCANA"

Oleh : M. Sofyan Lubis.


Baik untuk direnungkan....!!

“Syukur” selama ini sering kali dimaknai dengan “terima kasih”, sehingga orang yang bersyukur diartikan orang yang pandai berterima kasih.

Seseorang merasa telah diberi rizki, nikmat dan karunia dari Tuhan, kemudian ia mengucapkan Alhamdulillah seringkali diartikan orang tersebut telah berterima kasih kepada Tuhan Sang Pemberi.

Apakah sesederhana itu makna “syukur” diartikan manusia ? Sebenarnya kalau kita kaji lebih jauh, makna “berterima kasih” atau ”bersyukur” tidaklah harus diartikan secara harfiah. Sesungguhnya manusia yang pandai bersyukur kepada Tuhan atas segala pemberian Nya, adalah manusia yang pandai ”memelihara” atas segala nikmat Tuhan baik yang ada dalam kekuasaannya maupun yang ada di Dunia.

Orang yang bersyukur mempunyai semangat memelihara, membangun, memimpin atas segala pemberian Tuhan sehingga nikmat Tuhan akan tumbuh dan semakin berkembang. Harta yang dimiliki oleh seseorang yang pandai bersyukur, maka harta itu akan terus berkembang dan memakmurkannya. Hutan dan sumber daya alam yang dimiliki oleh bangsa yang pandai bersyukur, maka hutan dan sumber daya alam tersebut akan memakmurkan bangsa tersebut. Sekarang kita lihat bangsa kita Indonesia, yaitu bangsa yang merusak hutan-hutannya, menguras sumber daya alamnya tanpa memeliharanya, bangsa yang lebih kental ikatan primordialismenya, bangsa yang telah terkikis rasa nasionalismenya, bangsa yang terlalu banyak para politikusnya sedangkan sangat sulit dan sedikit sekali ada sosok negarawan.

Sekarang bangsa ini panen raya akan bencana yang silih berganti mulai dari gempa bumi, tanah longsor, lumpur lapindo, angin puting beliung, bencana banjir, kebakaran, kecelakaan pesawat terbang, kereta api, kapal laut, kenderaan angkutan darat yang setiap hari terjadi. Tidak ada hari tanpa bencana alam dan bencana kemanusiaan, ditambah lagi komplik SARA yang melahirkan perang saudara di Poso dan di sejumlah wilayah kita bahkan sesama warga satu kampung saling tawuran massal, serta banyak lagi bencana yang tidak bisa disebut satu demi satu. Semua itu merupakan panen raya bencana yang terjadi pada bangsa kita karena kita merupakan bangsa yang tidak pandai bersyukur.

Jika hari ini lebih buruk dari hari kemarin, atau hari esok lebih buruk dari hari ini, maka ini bukti konkrit kita tidak pandai bersyukur. Jika kepintaran manusia cenderung melahirkan bencana, maka sungguh kepintaran itu tidak bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.

Naudzubillah...!