Di dalam Hukum
Perdata, orang yang berhak mendapatkan harta warisan atau yang berhak menjadi
ahli waris dan memiliki kepentingan langsung terhadap harta warisan tersebut
adalah para keluarga sedarah, baik yang sah maupun luar kawin, dan suami/istri
pewaris yang sah yang masih hidup. Maka suami dari adik Saudara tidak termasuk
dalam ahli waris karena suami dari adik Saudara bukan keluarga sedarah. Hal ini
diatur dalam Pasal 832 KUHPerdata yang berbunyi :
“Menurut undang-undang
yang berhak untuk menjadi ahli waris adalah para keluarga sedarah baik sah
maupun luar kawin dan si suami atau istri yang hidup terlama, semua menurut
peraturan tertera di bawah ini”
Sedangkan Pasal 174
KHI, menyatakan bahwa:
(1) Kelompok-kelompok
ahli waris terdiri dari:
a. Menurut hubungan
darah :
- Golongan laki-laki
terdiri dari: ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek.
- Golongan perempuan
terdiri dari: ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan nenek.
b. Menurut hubungan
perkawinan terdiri dari duda atau janda.
(2) Apabila semua ahli
waris ada, maka yang berhak mendapatkan warisan hanya anak, ayah, ibu, janda
atau duda.
Begitu pula dalam
bukunya yang berjudul Kiat-Kiat Cerdas, Mudah, dan Bijak Memahami Masalah Hukum
Waris, Irma Devita Purnamasari, S.H., M.Kn., menyampaikan bahwa pada prinsip
pewarisan, orang yang berhak menjadi ahli waris adalah yang mempunyai hubungan
darah dengan pewaris baik secara langsung maupun orangtua, saudara,
nenek/kakek, atau keturunan dari saudara-saudaranya. Sehingga Saudara dan adik
Saudara termasuk dalam kategori ahli waris dari ayah Saudara.
Saudara yang termasuk
sebagai salah satu ahli waris, berhak untuk menggunakan harta warisan yang
menjadi bagian Saudara. Sebagai salah satu ahli waris, Anda dapat meminta
pembagian warisan karena Anda sebagai ahli waris tidak diharuskan menerima
berlangsungnya harta peninggalan dalam keadaan tidak terbagi. Anda mempunyai
hak untuk menuntut pembagian, sebagaimana diatur dalam Pasal 1066 KUHPerdata
dinyatakan sebagai berikut:
“Tiada seorang pun
yang mempunyai bagian dalam harta peninggalan diwajibkan menerima harta
peninggalan tersebut dalam keadaan tidak terbagi.
Pemisahan harta
peninggalan itu dapat sewaktu-waktu dituntut, meskipun ada ketentuan yang
bertentangan dengan itu.”
Sedangkan di dalam
Pasal 188 KHI menjelaskan bahwa:
Para ahli waris baik
secara bersama-sama atau perseorangan dapat mengajukan permintaan kepada ahli
waris yang lain untuk melakukan pembagian harta warisan. Bila ada di antara
ahli waris yang tidak menyetujui permintaan itu, maka yang bersangkutan dapat
mengajukan gugatan melalui Pengadilan Agama untuk dilakukan pembagian harta
warisan.
Jika saudara merasa
dihalang-halangi oleh suami adik Saudara dalam pembagian harta warisan
tersebut, Saudara dapat mengajukan gugatan pembagian harta warisan ke
Pengadilan Negeri ditempat tanah warisan tersebut berada, atau jika perkawinan
pewaris dicatatkan di Kantor Urusan Agama, Saudara dapat mengajukan gugatan ke
Pengadilan Agama di tempat tanah warisan tersebut berada.
Hal ini diatur dalam
Pasal 834 KUHPerdata yang berbunyi :
”Tiap-tiap waris
berhak mengajukan gugatan guna memperjuangkan hak warisnya, terhadap segala
mereka, yang baik atas dasar hak yang sama, baik tanpa dasar sesuatu hak pun
menguasai seluruh atau sebagian harta peninggalan, seperti pun terhadap mereka,
yang secara licik telah menghentikan penguasaannya.
Ia boleh memajukan
gugatan itu untuk seluruh warisan, jika ia adalah waris satu-satunya, atau
hanya untuk sebagian jika ada berapa waris lainnya.”
Atau dalam Pasal 188
KHI berbunyi demikian:
“............Bila ada
diantara ahli waris yang tidak menyetujui pembagian harta warisan, maka yang
bersangkutan dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Agama untuk dilakukan
pembagian harta warisan”.
Oleh karena itu jika
suami adik Saudara menghalang-halangi pembagian harta warisan tersebut, maka
upaya hukum yang dapat Saudara lakukan sebagai ahli waris, yakni Saudara dapat
mengajukan gugatan guna memperjuangkan hak waris Saudara.
Mengenai perbuatan
suami adik Saudara yang menghalang-halangi proses waris bukan merupakan suatu
tindak pidana, jadi Saudara tidak dapat membawa permasalahan ini ke ranah
pidana, permasalahan ini dapat diselesaikan dengan gugatan perdata.
Demikian semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
1. Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata;
2. Kompilasi Hukum
Islam.