Breaking News

Minggu, 06 Juli 2008

QUO VADIS PERLINDUNGAN KONSUMEN

I PENDAHULUAN.

Isu paling mengemuka dalam globalisasi adalah penerapan system pasar bebas yang saat ini sedang melaju kencang melanda dunia dengan segala konsekuensinya. Keluar masuknya barang dan jasa melintasi batas negara mempunyai manfaat bagi konsumen dimana konsumen mempunyai kebebasan untuk memilih barang dan jasa yang ditawarkan, namun disisi lain timbul dampak negatif, yaitu konsumen akan menjadi sasaran/objek aktivitas bisnis para pelaku usaha untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.

Suatu perkembangan baru dalam masyarakat dewasa ini, khususnya di negara-negara maju adalah makin meningkatnya perhatian terhadap masalah perlindungan konsumen. Apabila dimasa lalu pihak produsen dan industriawan yang dipandang sangat berjasa bagi perkembangan perekonomian suatu negara yang mendapat perhatian lebih besar, maka dewasa ini perlindungan terhadap konsumen lebih mendapat perhatian sesuai makin meningkatnya perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia (HAM). Praktek monopoli dan tidak adanya perlindungan konsumen telah meletakkan “posisi” konsumen dalam tingkat yang terendah dalam menghadapi para pelaku usaha (dalam arti yang seluas-luasnya). Oleh karenanya pihak konsumen yang dipandang lebih lemah hukum perlu mendapat perlindungan lebih besar di banding masa-masa yang lalu. Sehubungan dengan itu di berbagai negara, khususnya di negara-negara maju dan di dunia internasional telah dilakukan pembaharuan-pembaharuan hukum yang berkaitan dengan tanggungjawab produsen ( product liability ), terutama dalam rangka mempermudah pemberian konpensasi bagi konsumen yang menderita kerugian akibat produk yang diedarkan di masyarakat.

Produk di sini lebih dimaksudkan dengan “barang” dan “jasa” baik yang dapat dilihat maupun yang tidak dapat dilihat. Namun yang berkaitan dengan tanggungjawab produsen ( product liability ) biasanya selalu dihubungkan dengan ; produk yang cacat/rusak ( defect ) yang menyebabkan produsen harus bertanggungjawab, tidak terkecuali disini produk berupa obat-obatan dan makanan.

Menurut beberapa referensi ada 3 (tiga) macam defect, yaitu :

1) Production / Manufacturing Defect, yaitu : Apabila suatu produk dibuat tidak sesuai dengan persyaratan, sehingga akibatnya produk tersebut tidak aman bagi konsumen ;
2) Design Defect, yaitu : Apabila bahaya dari produk tersebut lebih besar dari manfaat yang diharapkan konsumen biasa, atau bila keuntungan dari design produk tersebut lebih kecil dari resikonya ;
3) Warning / Instruction Defect, yaitu : Apabila buku pedoman, buku panduan (instruction booket), pengemasan ( packaging ), etiket ( labels ) atau plakat tidak cukup memberikan peringatan ( warning ) tentang bahaya yang mungkin timbul dari produk tersebut atau petunjuk tentang penggunaan yang aman, atau juga tentang komposisi suatu produk berupa obat dan makanan yang tertera dalam label tidak sesuai dengan isi produk tersebut.

II TANGGUNGJAWAB PRODUSEN DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN.

Product liability adalah tanggungjawab secara hukum dari orang atau badan hukum yang menghasilkan suatu produk, dan/atau pihak yang menjual produk tersebut dan/atau pihak yang mendistribusikan produk tersebut, termasuk juga disini pihak yang terlibat dalam rangkaian komersial tentang persiapan atau penyebaran dari suatu produk, dan juga termasuk para pengusaha bengkel, pergudangan, para agen dan pekerja dari badan-badan usaha di atas.

Alasan-alasan mengapa “prinsip tanggungjawab” diterapkan dalam hukum tentang product liability adalah :

1) Diantara korban / konsumen di satu pihak dan produsen di lain pihak, beban kerugian (resiko) seharusnya ditanggung oleh pihak yang memproduksi / mengeluarkan barang-barang cacat/berbahaya tersebut dipasaran.
2) Dengan menempatkan/mengedarkan barang-barang di pasaran, berarti produsen menjamin bahwa barang-barang tersebut aman dan pantas untuk digunakan, dan bilamana terbukti tidak demikian dia harus bertanggung jawab.
3) Sebenarnya tanpa menerapkan prinsip tanggung jawab mutlakpun produsen yang melakukan kesalahan tersebut dapat dituntut melalui proses penuntutan beruntun, yaitu konsumen kepada pedagang eceran, pengecer kepada grosir, grosir kepada distributor, distributor kepada agen, dan agen kepada produsen. Penerapan strict liability dimaksudkan untuk menghilangkan proses yang panjang ini.

Bahwa upaya-upaya perlindungan konsumen adalah lebih dimaksudkan untuk meningkatkan martabat dan kesadaran konsumen dan/atau sekaligus dimaksudkan dapat mendorong pelaku usaha di dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya dilakukan dengan penuh rasa tanggungjawab.

Adapun perlunya pengaturan tentang perlindungan konsumen dilakukan dengan maksud sbb :

1) Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur keterbukaan akses dan informasi, serta menjamin kepastian hukum ;
2) Melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan kepentingan seluruh pelaku usaha pada umumnya ;
3) Meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa ;
4) Memberikan perlindungan kepada konsumen dari paraktik usaha yang menipu dan menyesatkan ;
5) Memadukan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan konsumen dengan bidang-bidang perlindungan pada bidang-bidang lain ;

III. UPAYA PERLINDUNGAN KONSUMEN KHUSUSNYA MELALUI IKLAN.

A. Umum

Upaya perlindungan Konsumen didalam Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sudah cukup memadai antara lain dengan adanya Bab V mengenai ketentuan pencantuman klausula baku yang sering menempatkan konsumen sebagai pihak yang pasif.

Dalam Undang-undang No. 8 tahun1999 tentang Perlindungan Konsumen pelaku usaha sudah dibatasi/ dilarang dan/atau dibatalkan demi hukum bila membuat atau mencantumkan klausula baku yang merugikan konsumen

B. Melalui Iklan

konsumen juga perlu dilindungi dari praktek-praktek iklan yang menyesatkan (ada unsur kecurangan dan penipuan). Taufik H. Simatupang dalam bukunya Aspek Hukum Periklanan dalam perspektif perlindungan konsumen, membagi iklan dalam :

1. Iklan Pancingan (Bait and Switch adv)
Sekarang banyak dilakukan oleh pelaku usaha dengan mengedarkan undangan kecalon konsumen untuk mengambil hadiah secara gratis kemudian konsumen dirayu untuk membeli barang dengan discount yang spektakuler padahal harga dan mutu barang sudah dimanipulasi.
2. Iklan Menyesatkan (Mock-up-adv)
Pada iklan ini keadaan atau keampuhan produk digambarkan dengan cara berlebihan dan menjurus kearah menyesatkan

Untuk produk jamu yang banyak diiklankan, umumnya hanya menunjukkan/ mengeksploitasi hal-hal yang bersifat kehebatan dan keberhasilan produk tanpa menginformasikan akibat-akibat buruk dan efek samping yang dapat merugikan konsumen. Sudah menjadi rahasia umum kalau konsumen enggan melakukan sesuatu atas kerugian yang diderita karena ketidak percayaan terhadap Lembaga Pengadilan

Undang-undang No 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen mengatur beberapa Pasal mengenai Pengiklanan.

Pasal 1 Promosi adalah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu barang dan/atau jasa untuk menari minat beli konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang akan dan sedang diperdagangkan”
Pasal 9 Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, dan mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar dan atau seolah-olah produk tersebut memiliki potongan harga, keadaanya baik, memiliki sponsor, tidak mengandung cacat tersembunyi, merendahkan produk lain yang sejenis , menggunakan kata-kata yang berlebihan dan mengandung janji yang belum pasti
Pasal 10 Berkenaan dengan informasi iklan yang membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan baik menyangkut harga , kegunaan, kondisi, jaminan/ garansi, maupun daya tarik potong harga (discount) yang belum tentu benar”
Pasal 12 Tentang iklan yang menawarkan, mempromosikan produk dengan tarif khusus, dalam waktu dan jumlah tertentu. kecendrungan ini sering dilakuakn oleh pelaku usaha Perumahan, padahal kenyataanya tipe rumah yang dimaksud tidak tersedia dan akhirnya konsumen diarahkan pada tipe yang lain yang justru lebih mahal.
Pasal 13 Tentang iklan produk barang dan jasa dengan janji pemberian souvenir atau hadiah secara gratis, tetapi ketika produk dibeli, janji tersebut tidak dipenuhi dengan dalih persediaan sudah habis.
Pasal 14 Berkenaan dengan janji iklan dalam undian yang tidak dipenuhi pelaku usaha atau mengganti dengan hadiah lain, bahkan seringkali ternyata undian itu tidak ada atau kalaupun ada tidak diumumkan secara patut melalui media yang diketahui konsumen secara luas.
Pasal 15 Tentang penawaran barang secara paksa baik fisik maupun psikis.
Pasal 16 Tentang produk melalui pesanan yang tidak sesuai dengan kesepakatan semula atau waktu pengiriman pesanan seperti yang dijanjikan.
Pasal 17 ayat (1) Secara khusus mengatur tentang perbuatan yang diberikan pelaku usaha periklanan dengan memproduksi iklan yang dapat :
1. Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan, dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa.
2. mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa.
3. memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa.
4. Tidak memuat Informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa.
5. Mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan.
6. melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan Perundang-undangan mengenai periklanan.

Dari pasal-pasal tersebut perlu disamakan persepsinya atau diperjelas tentang :
1. Definisi dari isu-isu tentang perlindungan konsumen ;
2. Hak Konsumen ;
3. Kewajiban Pelaku Usaha ;
4. Tanggung Jawab Pelaku usaha ;

IV. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN.
Ada tiga lembaga yang berperan dan bertanggung jawab dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen :
1. Mentri dan/atau Mentri teknis terkait yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang perdagangan.
2. Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
3. LSM yaitu Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.
Lembaga pada poin 1 dan 2 mewakili pemerintah sedangkan lembaga pada poin 3 mewakili kepentingan masyarakat.

Untuk penyelesaian sengketa dimungkinkan tanpa melalui Lembaga Peradilan yaitu melalui Lembaga Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang terdiri atas unsur-unsur pemerintah, Konsumen, dan Pelaku Usaha. Sudah barang tentu keperluan adanya hukum untuk memberikan perlindungan konsumen Indonesia merupakan suatu hal yang tidak bisa dihindarkan, sejalan dengan tujuan pembangunan nasional kita, yaitu pembangunan manusia Indonesia yang seutuhnya. Prinsip Hukum tentang hak-hak konsumen, tentang product liability dan upaya-upaya menyelesaikan sengketa konsumen di Indonesia sebagian besar telah diakomodir di dalam Undang Undang No.8 tahun 1999 tentang Perlidungan Konsumen.