Problema yang
menyangkut nilai-nilai sosial sebagai suatu ukuran kepatutan dari nilai-nilai
rujukan masyarakat dalam hidup bersama baik itu menyangkut norma Agama, norma
Kesusilaan, norma Etika/Kesopanan dan norma Hukum sekarang ini secara umum
telah terjadi degradasi atau pendangkalan di dalam pemahaman dan
implimentasinya. Masyarakat kita begitu disibukkan oleh derasnya lautan
informasi yang masuk ke dalam dirinya melalui media sosial yang tak bisa “dibendung
dan dicegah”.
Kondisi semacam ini
menstimulasi masyarakat untuk melakukan apa saja yang menarik diterimanya dari
media sosial terkadang secara berlebihan, emosional dan pada gilirannya
cenderung berbenturan dengan norma Agama, norma Kesusilaan, Norma Etika/Kesopanan
dan bahkan norma Hukum. Kompleksnya interaksi manusia di dalam masyarakat dan
ketidakberdayaan Pemerintah dalam menegakkan wibawa hukum melahirkan masalah
serius dari proses penegakan itu sendiri.
Masalah penegakan
hukum di Indonesia merupakan masalah yang sangat serius dan akan terus
berkembang jika unsur di dalam sistem itu sendiri tidak ada perubahan, tidak
ada reformasi di bidang itu sendiri. Karakter bangsa Indonesia yang kurang baik
merupakan aktor utama dari segala ketidaksesuaian pelaksanaan hukum di negari
ini. Perlu ditekankan sekali lagi, walaupun tidak semua penegakan hukum di
Indonesia tidak semuanya buruk. Namun keburukan penegakan ini seakan menutupi
segala keselaran hukum yang berjalan di mata masyarakat. Begitu banyak kasus-kasus
hukum yang silih berganti dalam kurun waktu relatif singkat, bahkan bersamaan
kejadiaannya. Perlu ada reformasi yang sebenarnya, karena permasalahan hukum
ini merupakan permasalahan dasar suatu negara, bagaimana masyarakat bisa
terjamin keamanannya atau bagaimana masyarakat bisa merasakan keadilan yang
sebenarnya, hukumlah yang mengatur semua itu, dan perlu digaris-bawahi bahwa
hukum sebanarnya telah sesuai dengan kehidupan masyarakat, tetapi pihak-pihak
yang ingin mengambil keuntungan baik pribadi maupun kelompok merupakan
penggagas segala kebobrokan hukum di negeri ini.
Perlu banyak
evaluasi-evaluasi yang harus dilakukan, harus ada penindaklanjutan yang jelas
mengenai penyelewengan hukum yang kian hari kian menjadi. Perlu ada ketegasan
tersendiri dan kesadaran yang hierarki dari individu atau kelompok yang
terlibat di dalamnya. Perlu ditanamkan mental yang kuat, sikap malu dan
pendirian iman dan takwa yang sejak kecil harus diberikan kepada kader-kader
pemimpin dan pelaksana aparatur negara atau pihak-pihak berkepentingan lainnya.
Karena baik untuk hukum Indonesia, baik pula untuk bangsanya dan buruk untuk
hukum di negeri ini, buruk pula konsekuensi yang akan diterima oleh masayarakat
dan Negara.
Jadi, penerapan dalam
pasal 1 ayat (3) UUD 1945 perubahan ketiga yang berbunyi “Negara Indonesia
adalah Negara hukum”, harus dilaksanakan, karena sudah demikian ketetapan itu
berlaku. Merupakan karekteristik yang harus tertanam dalam diri pribadi ataupun
kelompok kepentingan. Kita harus malu dengan Undang-Undang tersebut, harus malu
dengan pendiri bangsa yang rela menumpahkan darah demi memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia, kita harus menghargai semua perjuangan itu dengan hal
yang tidak dapat membuat negeri ini malu di mata masyarakat ini sendiri bahkan
dunia luar. Bangsa yang besar tidak hanya berdasarkan luasan wilayahnya ataupun
betapa banyaknya jumlah penduduk, tetapi dengan menghargai perjuangan para
pahlawan terdahulu dengan menjalankan ketentuan hukum yang berlaku demi
terciptanya keamanan, ketentraman dan kesejahteraan masyarakat.
ALTERNATIF SOLUSI YANG DAPAT DISARANKAN
Berbagai realita yang
terjadi di era reformasi sampai sekarang terkait dengan penegakan hukum yang
terdapat di Indonesia sudah tidak relevan dengan apa yang tertuang dalam
kontitusi negara ini. Indonesia dengan berbagai macam problem tentang
anarkisnya para penegak hukum, hal ini sudah tidak sesuai dengan apa yang di
cita-citakan oleh para pendiri bangsa terdahulu. Berbagai hal sudah bergeser
dari amanah konstitusi namun kita tidak sepantasnya untuk menyalahkan
sepenuhnya kegagalan tersebut kepada para penegak hukum atau pihak-pihak yang
menjalankan hukum karena bagaimana pun masyarakat adalah pemegang hukum dan
tempat hukum tersebut berpijak.
Semboyan “Bhineka
Tunggal Ika” merupakan entri yang sangat menuju masyarakat kewargaan.
Masyarakat kewargaan pertama-tama akan mempersoalkan siapa-siapa yang termasuk
ke dalam kategori warga atau kewargaan dalam masyarakat. Reformasi hukum
hendaknya secara sungguh-sungguh menjadikan “eksistensi kebhinekaan” menjadi
agenda dan bagaimana mewujudkan ke dalam sekalian fundamental hukum. Kalau kita
belajar dari pengalaman, maka semboyan “Bhineka Tunggal Ika” lebih memberi
tekanan pada aspek ”Tunggal”, sehingga memperkosa eksistensi pluralism. Demi ketunggalan
atau kesatuan, pluralism tidak dibiarkan ada.
Bertolak dari
pengakuan terhadap eksistensi pluralism tersebut, maka konflik adalah
fungsional bagi berdirinya masyarakat. Konflik bukan sesuatu yang harus
ditabukan, sebab mengakui kebhinekaan adalah mengakui konflik, sebagai sesuatu
yang potensial. Dengan demikian, filsafat yang dipegang adalah menyalurkan
konflik sedemikian rupa sehingga menjadi produktif buat masyarakat.
Masalah tentang
problematika penegakan hukum telah menjadi sebuah tema yang sangat menarik
untuk diangkat dalam berbagai seminar. Salah satu diantaranya tidak ada
kepuasaan yang dicapai subjek hukum yang tidak lain adalah manusia serta
berbagai badan-badan hukum.
Saya mencoba untuk
memberikan beberapa pemecahan dari berbagai problematika penegakan hukum di
Indonesia. Yang pertama yakni bagaimana sikap serta tindakan para sarjana hukum
untuk lebih memperluas cakrawalanya dalam memahami atau menganalisis
masalah-masalah yang terjadi sekarang ini. Di sini dibutuhkan sebuah pandangan kritis
akan makna atau arti penting penegakan hukum yang sebenarnya. Selain itu
dibutuhkan ilmu-ilmu sosial lainnya seperti sosiologi dalam mengidentifikasi
masalah-masalah sosial serta penegakan hukum yang ada dalam masyarakat agar
dalam pembuatan hukum ke depannya dapat menjadikan kekurangan atau kegagalan di
masa lalu sebagai bahan pembelajaran.
Namun yang perlu
diingat bersama adalah adanya kesadaran dalam pelaksanaaan hukum serta adanya
keadilan tanpa memandang suku, agama, ras, serta budaya seperti yang terkandung
di dalam pasal 27 ayat 1 yang berbunyi sebagai berikut: “Segala warga negara
bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung
hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
Kemudian yang kedua,
cara untuk menyelesaikan berbagai masalah terkait hal tersebut yakni bagaimana
tindakan para aparat penegak hukum mulai dari polisi, hakim, jaksa, serta
pengacara dalam menangani setiap kasus hukum dengan dilandasi nilai-nilai
kejujuran, sadar akan namanya keadilan, serta melakukan proses-proses hukum
sesuai dengan aturan yang ada di dalam undang-undang negara kita. Bukan hanya
itu filosofi Pancasila sebagai asas kerohanian dan sebagai pandangan hidup
dalam bertindak atau sebagai pusat dimana pengamalannya sesuai dengan cita-cita
dan tujuan negara kita sebagaimana telah dijelaskan dalam pembukaan UUD 1945
yang terdapat pada alinea ke-IV. Hukum seharusnya tidak ditegakkan dalam
bentuknya yang paling kaku, arogan, hitam putih. Tapi harus berdasarkan rasa
keadilan yang tinggi, tidak hanya mengikuti hukum dalam konteks
perundang-undangan hitam putih semata. Karena hukum yang ditegakkan yang hanya
berdasarkan konteks hitam putih belaka hanya akan menghasilkan putusan-putusan
yang kontoversial dan tidak memenuhi rasa keadilan yang sebenarnya.
Cara yang ketiga yakni
program jangka panjang yang perlu dilakukan yakni penerapan pendidikan karakter
dalam setiap tingkatan pendidikan. Untuk mengetahui tingkat keefektifan program
tersebut dalam membangun atau menguatkan mental anak bangsa ditengah penurunan
kualitas sumber daya manusia bangsa Indonesia tidak semudah membalikkan telapak
tangan. Namun perlu kita pupuk dulu agar nantinya generasi-generasi penerus
bangsa tidak salah langkah dalam mengambil setiap keputusan. Program ini juga
mempunyai implikasi positif terhadap penegakan hukum yang dijalankan di
Indonesia karena para penegak hukum telah dibekali pembangunan karakter yang
akan melahirkan atau menciptakan manusia Indonesia yang unggul.
Untuk cara keempat
yakni adanya penghargaan bagi jaksa dan hakim berprestasi yang memberikan
terobosan-terobosan dalam penegakan hukum di Indonesia. Dengan adanya
penghargaan ini diharapkan setiap jaksa maupun hakim berlomba untuk memberikan
terobosan yang bermanfaat bagi penegakan hukum di Indonesia.
Meskipun saat ini
kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum masih sangat rendah.
Keberanian lembaga-lembaga hukum bangsa ini akan menjadi titik cerah bagi
penegakan hukum. Namun selain itu kesadaran masyarakat dalam menta’ati hukum
akan menjadi hal yang mempengaruhi penegakkan hukum di Indonesia. Karena
lemahnya penegakan hukum selama ini juga akibat masyarakat yang kurang menaati
hukum.
Dirangkum Oleh : Advokat MSA Lubis